Museum Batik Yogyakarta

Museum Batik Yogyakarta terletak di Jl. Dr. Sutomo No. 13 A Yogyakarta dan didirikan pada tanggal 12 Mei 1977 atas prakarsa keluarga Hadi Nugroho. Masih adanya perhatian yang besar dari masyarakat termasuk wisatawan asing pada batik, mendorong keluarga ini merintis pengumpulan kain batik. Dimulai dari kerabatnya sendiri, orang tua, eyang dan generasi Hadi sendiri, hingga upaya merintis sebuah museum batik terlaksana.

Koleksi Batik yang ada di Museum Batik Yogyakarta ini sangat lengkap. Berbagai jenis batik dari berbagai daerah di Indonesia ada di sini, mulai dari Batik Yogyakarta, Indramayu, sampai daerah-daerah pengrajin Batik Indonesia lainnya. Koleksinya meliputi kain panjang, sarung dan sebagainya yang hingga kini telah mencapai jumlah 400 lembar kain ditambah beberapa peralatan membatik. Koleksi tertuanya adalah batik karya tahun 1700 an.

Selain dari koleksi batiknya, Museum Batik Yogyakarta juga menyimpan berbagai koleksi sulaman tangan. Koleksi sulaman tangan sangat beragam bahkan Museum Batik Yogyakarta pernah mendapatkan penghargaan dari MURI atas karya Sulaman terbesar, yaitu kain batik berukuran 90 x 400 cm² dan setahun kemudian Museum Batik Yogyakarta dianugerahi piagam penghargaan dari lembaga yang sama sebagai pemrakarsa berdirinya Museum Sulaman pertama di Indonesia.

Beberapa koleksinya yang terkenal antara lain: Kain Panjang Soga Jawa (1950-1960), Kain Panjang Soga Ergan Lama (tahun tidak tercatat), Sarung Isen-isen Antik (1880-1890), Sarung Isen-isen Antik (kelengan) (1880-1890) buatan Nyonya Belanda EV. Zeuylen dari Pekalongan, dan Sarung Panjang Soga Jawa (1920-1930) buatan Nyonya Lie Djing Kiem dari Yogyakarta. Semua koleksi yang ada dalam museum ini diperoleh dari keluarga pendiri Museum Batik Yogyakarta . Koleksi tertuanya adalah batik buatan tahun 1840.

Sedangkan, ratusan koleksi Museum Batik Yogyakarta lainnya adalah hasil karya sendiri pemilikMuseum Batik Yogyakarta diantaranya sulaman gambar Presiden RI pertama Soekarno, mantan Presiden Soeharto, Megawati Soekarnoputri, dan Hamengkubuwono IX. Selain itu ada juga potret wajah pahlawan Imam Bonjol dan Pangeran Diponegoro. Ada pula sulaman wajah Paus Yohanes Paulus II dan Bunda Teresa dari India.
Saat ini Museum Batik Yogyakarta dikelola oleh Ibu Dewi Sukaningsih atau lebih akrab dipanggil dengan Oma Dewi. Oma Dewi juga merupakan pembuat dari sulaman-sulaman tangan yang sangat indah karena tampak nyata dengan foto aslinya. Namun, meskipun Museum Batik Yogyakarta memiliki asset sini dan budaya yang bahkan diakui oleh dunia, peran serta pengelolaan dari pemerintah masih kurang. Hal tersebut membuat Museum Batik Yogyakarta masih kurang berkembang dan dikenal oleh masyarakat luas.

Kegiatan rutin Museum Batik Yogyakarta adalah pameran tetap di Museum Batik Yogyakarta yang dibuka setiap hari dari Senin hingga Sabtu, pada pukul 09.00-15.00 WIB. Akses untuk menuju lokasi tersebut juga sangat mudah karena berada di pusat kota dekat dengan jembatan lempuyangan. Jalan dan lokasi parker yang luas membuat Museum Batik Yogyakarta mudah dikunjungi dengan segala jenis transportasi mulai dari sepeda motor sampai kendaraan roda empat. Selain itu apabila anda beruntung, pengunjung dapat melihat langsung proses pembuatan batik tulis di Museum Batik Yogyakarta.

Tips Merawat Batik Supaya Awet

Selamat pagi pengunjung Sejarah Batik Indonesia, pada kesempatan kali ini, saya mau share tentang Tips Merawat Batik Supaya Awet. Karena meskipunkita mempunyai batik dengan kualitas tebaik kalau kita tidak telaten merawatnya, tentu akan cepat rusak. Sayang banget kan kalau Batik Tulis, Batik Cap atau Batik Lukis kita cepat rusak.
Berikut adalah beberapa Tips Merawat Batik Supaya Awet. Langsung saja simak bareng-bareng :

  1. Jangan Mencuci Batik dengan Mesin Cuci


    Mencuci batik menggunakan Mesin Cuci dapat menyebabkan motif batik luntur dan pudar, lebih baik mencuci batik dengan cara kuno yaitu dengan menggunakan tangan. Kalau pun batik Anda terlihat sangat kotor, rendam dahulu dengan air hangat lalu kucek perlahan dengan tangan.

  2. Jangan Mencuci Batik Menggunakan Deterjen

    Konon zat-zat kimia yang terkandung dalam deterjen bisa merusak motif batik, jadi hindarilah penggunaan dterjen untuk batik Anda. Kalau pun harus menggunakan deterjen, gunakan deterjen khusus untuk batik atau Anda bisa menggunakan shampoo rambut.
  3. Jangan Menjemur Batik Langsung di Terik Matahari

    Menjemur batik langsung di terik matahari bisa menyebabkan motif batik Anda rusak, dianjurkan untuk menjemur batik di tempat teduh atau dengan cara mengangin-anginkan batik Anda supaya kering.

  4. Jangan Menyetrika Batik Secara Langsung

    Suhu yang panas dari listrik yang dihantarkan setrika Anda bisa menyebabkan motif batik Anda cepat rusak. Jadi usahakan jangan menyetrika batik secara langsung, beri perantara antara batik dengan setrika memakai kertas atau koran. Kalau Anda tidak mau ribet, gunakan setrika dengan suhu rendah.

  5. Jangan Menyemprotkan Parfum pada Batik

    Aroma parfum yang Anda semprotkan pada batik Anda sebenarnya tidak berpengaruh pada motif maupun bahan batik. Akan tetapi zat kimia yang terkandung dalam parfum yang menempel pada batik Anda lambat laun bisa merusak motifnya. Kalau Anda mau, alasi batik Anda dengan koran atau kertas tipis supaya batik Anda tetap dapat menerima wangi parfum tanpa khawatir dengan kerusakan motifnya.
  6.  Jangan Menggunakan Kapur Barus untuk Batik Anda
    Ketika Anda memutuskan untuk menyimpan batik Anda di lemari, hindari menggunakan kapur barus hanya untuk sekedar menghilangkan bau apek. Konon katanya kapur barus dapat merusak serat batik Anda.
Demikian Tips Merawat Batik Supaya Awet dari Sejarah Batik Indonesia mudah-mudahan bermanfaat untuk Anda.

Cara Membuat Batik Lukis


Setelah lusa kita telah belajar Cara Membuat Batik Cap, kali ini blog Sejarah Batik Indonesia akan mengulas Cara Membuat Batik Lukis.

Sebelum melangkah lebih lanjut, ada baiknya pembaca kembali membuka halaman Jenis Batik Indonesia berdasarkan Proses Pembuatannya Karena ada 3 jenis batik Indonesia, yaitu Batik Tulis, Batik Cap dan yang akan kita bahas adalah Cara Membuat Batik Lukis. .

Biar tidak penasran, kita langsung saja untuk belajar Membuat Batik Lukis

Siapkan kain katun atau sutera seluas bidang lukis yang diinginkan.

Proses Membuat Batik Lukis

Kemudian dibuat sket atau coretan-coretan atau apapun tergantung dari masing-masing orang yang ingin membuatnya, karena terkadang untuk langsung menuangkan ekspresi seninya, pembatikan di atas kain dilakukan tanpa menggunakan sket atau coretan-coretan terlebih dahulu namun langsung mencoretkan malam dengan canting ataupun kuas di atas kain. Pada batik lukis ini seringkali pembatikan dan pewarnaan dilakukan beriringan untuk mendapatkan hasil lukisan yang diinginkan.

Khusus pada pewarnaan untuk menciptakan efek-efek khusus, gradasi atau efek-efek yang lainnya terkadang selain kuas digunakan juga kapas atau potongan kain.

Yang terpenting dalam proses pembuatan batik lukis ini adalah perpaduan antara pengerjaan pembatikan dan pewarnaan yang tergantung dari citarasa seni pembuatnya. Sesungguhnya pembuatan batik lukis ini sangatlah rumit ketika ingin mendapatkan warna dan efek yang diinginkan karena terkadang warna dan efek tersebut tidak dapat tercapai. Namun jika warna dan efek tersebut dapat tercapai maka akan mendapatkan lukisan dengan warna yang sangat indah luar biasa. Disinilah kelebihan dari lukisan batik dibanding lukisan lain.

Lukisan yang indah akan terlihat pada kain setelah proses pelorodan malam batik dilakukan

Selain seni lukis batik tersebut masih banyak seni batik lainnya dan salah satunya yang berhubungan dengan kerajinan tangan adalah seni batik kayu (wood batik) yaitu pembatikan yang dilakukan diatas media kayu ataupun pahatan kayu dengan pemrosesan dan pewarnaan batik.

Demikian postingan tentang Cara Membuat Batik Lukis. Semoga bermanfaat.

Cara Membuat Batik Cap

Setelah lusa kita telah belajar Cara Membuat Batik Tulis, kali ini blog Sejarah Batik Indonesia akan mengulas Cara Membuat Batik Cap.

Sebelum melangkah lebih lanjut, ada baiknya pembaca kembali membuka halaman Jenis Batik Indonesia berdasarkan Proses Pembuatannya Karena ada 3 jenis batik Indonesia, yaitu Batik Tulis, Batik Cap dan Batik Lukis.

Perbedaan yang mendasar dari Cara Membuat Batik Tulis dengan Cara Membuat Batik Cap adalah dari alat yang digunakan untuk menggambar batik pada kain. Bila Batik Tulis menggunakan canting sebagai media menggambar kain, maka Batik Cap menggunakan media stempel besar yang terbuat dari tembaga yang sudah didesain dengan desain tertentu. Dimensi yang paling umum digunakan yaitu stempel tembaga berukuran 20X20 cm.

Untuk bahan dan alat yang dipergunakan, tidak jauh berbeda dengan Cara Membuat Batik Tulis. Hanya canting saja yang tidak kita gunakan, karena sudah digantikan oleh stempel tembaga.

Supaya tidak lupa, berikut ini adalah bahan dan alat yang perlu disediakan:
  • Kain mori (bisa terbuat dari sutra atau katun)
  • Stempel tembaga ukuran 20 X 20 cm yang sudah ada motifnya.
  • Gawangan (tempat untuk menyampirkan kain)
  • Lilin (malam) yang dicairkan
  • Panci dan kompor kecil untuk memanaskan
  • Larutan pewarna alami.
Kalau Anda sudah menyiapkan semua kebutuhan diatas, berikutnya  kita menuju proses Cara Membuat Batik Cap:
  1. Rebus malam hingga suhu 60-70 derajat celcius.


  2. Letakkan kain mori di atas meja dengan alas dibawahnya menggunakan bahan yang empuk.


  3. Kemudian kain mori di cap dengan tekanan yang cukup supaya rapih. Pada proses ini, cairan malam akan meresap ke dalam pori-pori kain mori.

  4. Celupkan kain mori yang sudah di cap tadi ke dalam tangki yang berisi cairan pewarna.

  5. Rebus kain mori supaya cairan malam yang menempel hilang dari kain.

  6. Ulangi proses pengecapan, pewarnaan dan pencelupan jika ingin memberikan kombinasi beberapa warna.
  7. Bersihkan dan cerahkan warna dengan menggunakan soda.

  8. Jemur lalu setrika supaya rapih.

Demikian Cara Membuat Batik Cap.  Perlu diketahui, Cara Membuat Batik Cap lebih cepat daripada Cara Membuat Batik Tulis Walaupun Batik Cap menggunakan alat, tapi kualitasnya tak kalah berbeda dengan Batik Tulis, tapi sekali lagi kembali ke selera pemakainya,
Semoga bermanfaat.


Cara Membuat Batik Tulis

Setelah kita membaca Sejarah Batik di Indonesia. Tentu kita penasaran seperti apa sih proses pembuatannya? Sebelum melangkah lebih lanjut, ada baiknya pembaca kembali membuka halaman Jenis Batik Indonesia berdasarkan Proses Pembuatannya Karena ada 3 jenis batik Indonesia, yaitu Batik Tulis, Batik Cap dan Batik Lukis.

Kali ini Blog Sejarah Batik di Indonesia  menulis artikel tentang Cara Membuat Batik Tulis.

Supaya tidak penasaran, berikut ini adalah alat dan bahan yang harus disiapkan untuk membuat batik tulis :


  • Kain mori (bisa terbuat dari sutra atau katun)
  • Canting sebagai alat pembentuk motif,
  • Gawangan (tempat untuk m enyampirkan kain)
  • Lilin (malam) yang dicairkan
  • Panci dan kompor kecil untuk memanaskan
  • Larutan pewarna
Kalau Anda sudah menyiapkan semua kebutuhan diatas, berikutnya simak langkah-langkah Cara Membuat Batik Tulis berikut ini.
  1. Langkah pertama adalah membuat desain batik yang biasa disebut molani. Dalam penentuan motif, biasanya tiap orang memiliki selera berbeda-beda. Ada yang lebih suka untuk membuat motif sendiri, namun yang lain lebih memilih untuk mengikuti motif-motif umum yang telah ada. Motif yang kerap dipakai di Indonesia sendiri adalah batik yang terbagi menjadi 2 : batik klasik, yang banyak bermain dengan simbol-simbol, dan batik pesisiran dengan ciri khas natural seperti gambar bunga dan kupu-kupu. Membuat design atau motif ini dapat menggunakan pensil.

  2. Setelah selesai melakukan molani, langkah kedua adalah melukis dengan (lilin) malam menggunakan canting (dikandangi/dicantangi) dengan mengikuti pola tersebut.


  3. Tahap selanjutnya, menutupi dengan lilin malam bagian-bagian yang akan tetap berwarna putih (tidak berwarna). Canting untuk bagian halus, atau kuas untuk bagian berukuran besar. Tujuannya adalah supaya saat pencelupan bahan kedalam larutan pewarna, bagian yang diberi lapisan lilin tidak terkena.

  4. Tahap berikutnya, proses pewarnaan pertama pada bagian yang tidak tertutup oleh lilin dengan mencelupkan kain tersebut pada warna tertentu.

  5. Setelah dicelupkan, kain tersebut di jemur dan dikeringkan.

  6. Setelah kering, kembali melakukan proses pembatikan yaitu melukis dengan lilin malam menggunakan canting untuk menutup bagian yang akan tetap dipertahankan pada pewarnaan yang pertama.

  7. Kemudian, dilanjutkan dengan proses pencelupan warna yang kedua.

  8. Proses berikutnya, menghilangkan lilin malam dari kain tersebut dengan cara meletakkan kain tersebut dengan air panas diatas tungku.

  9. Setelah kain bersih dari lilin dan kering, dapat dilakukan kembali proses pembatikan dengan penutupan lilin (menggunakan alat canting)untuk menahan warna pertama dan kedua.
  10. Proses membuka dan menutup lilin malam dapat dilakukan berulangkali sesuai dengan banyaknya warna dan kompleksitas motif yang diinginkan.

  11. Proses selanjutnya adalah nglorot, dimana kain yang telah berubah warna direbus air panas. Tujuannya adalah untuk menghilangkan lapisan lilin, sehingga motif yang telah digambar sebelumnya terlihat jelas. Anda tidak perlu kuatir, pencelupan ini tidak akan membuat motif yang telah Anda gambar terkena warna, karena bagian atas kain tersebut masih diselimuti lapisan tipis (lilin tidak sepenuhnya luntur). Setelah selesai, maka batik tersebut telah siap untuk digunakan.

  12. Proses terakhir adalah mencuci kain batik tersebut dan kemudian mengeringkannya dengan menjemurnya sebelum dapat digunakan dan dipakai.
Demikian Cara Membuat Batik Tulis. Semoga bermanfaat.

Jenis Batik Indonesia berdasarkan Daerah Asal Pembuatnya

Setelah kemarin Blog Sejarah Batik Indonesia memposting Jenis Batik Indonesia Berdasarkan Teknik Pembuatannya. Sesuai janji saya, kali ini saya posting tentang Jenis Batik Indonesia berdasarkan Daerah Asal Pembuatnya

Daerah Asal Pembuat Batik di Indonesia cukup banyak berdasarkan Sejarah Batik Indonesia akan tetapi seiring perkembangan jaman lambat laun daerah asal pembuat batik Indonesia semakin sedikit. Dari yang sedikit inilah penulis mencoba merangkum Jenis Batik Indonesia berdasarkan Daerah Asal Pembuatnya

Supaya tidak kelamaan baca, langsung saja.

* Batik Pekalongan

Sejarah Batik di Pekalongan dimulai dari pasca peperangan dan perpecahan di lingkungan kerajaan Mataram yang waktu itu dipimpin oleh rajanya Panembahan Senopati. Peperangan melawan kolonial belanda maupun perpecahan di antara lingkungan kraton memang kerap kali terjadi, hingga pada suatu saat kondisi yang paling parah menyebabkan banyak keluarga-keluarga raja yang mengungsi dan menetap didaerah-daerah baru antara lain ke Pekalongan. Keluarga-keluarga kraton yang memang telah mempunyai tradisi batik dan mengungsi inilah yang mengembangkan pembatikan ke daerah pengunsian di Pekalongan.

Di daerah Pekalongan tersebut akhirnya batik tumbuh dengan pesat seperti di Buaran, Pekajangan dan Wonopringgo. Keluarga kraton yang mengungsi dan membawa pengikut-pengikutnya ke daerah baru itu, dan ditempat itu kerajinan batik terus dilanjutkan dan kemudian menjadi pekerjaan untuk mata pencaharian. Corak batik di daerah baru ini disesuaikan pula dengan keadaan daerah sekitarnya.

Sampai awal abad ke-XX proses pembatikan yang dikenal ialah batik tulis dengan bahan morinya buatan dalam negeri dan juga sebagian import. Setelah perang dunia kesatu baru dikenal pembikinan batik cap dan pemakaian obat-obat luar negeri buatan Jerman dan Inggris.

Pada awal abad ke-20 pertama kali dikenal di Pekajangan ialah pertenunan yang menghasilkan stagen dan benangnya dipintal sendiri secara sederhana. Beberapa tahun belakangan baru dikenal pembatikan yang dikerjakan oleh orang-orang yang bekerja disektor pertenunan ini.

Pertumbuhan dan perkembangan pembatikan lebih pesat dari pertenunan stagen dan pernah buruh-buruh pabrik gula di Wonopringgo dan Tirto lari ke perusahaan-perusahaan batik, karena upahnya lebih tinggi dari pabrik gula. Bahan-bahan yang dipakai untuk kainnya hasil tenunan sendiri dan bahan catnya dibuat dari pohon seperti: mengkudu, pohon tom, soga Jawa, dan sebagainya.


* Batik Cirebon (Megamendung)

Batik Cirebon atau Batik Megamendung sejarahnya berdasar pada buku dan seni sastra yang ada kerap memfokus pada asal usul masuknya bangsa Cina ke daerah Cirebon. Kejadian ini tidak mengcengangkan karena pelabuhan Muara Jati di Cirebon adalah tempat berlabuh para imigran dari luar dan dalam negeri. Terlihat nyata dalam sejarah, bahwa Sunan Gunung Jati yang menebarkan agama Islam di area Cirebon pada abad 16, menikahi Ratu dari Cina, Ong Tien. Beberapa karya seni yang diangkat dari Cina seperti keramik, piring dan kain berhiaskan gambar awan.

Dalam paham Taoisme, ilustrasi awan berati dunia atas. Lukisan awan merupakan gambaran dunia lebar, bebas dan mempunyai arti Ketuhanan. Konsep tentang awan juga penting di dunia Islam pada abad 16, yang dipakai Sufi untuk seperti alam bebas.
Ijab kabul Sunan Gunung Jati bersama Ratu Ong Tien menjadi perantara masuknya budaya Cina ke Kerajaan Cirebon. Sejumlah pembatik keraton memakai budaya Cina ke dalam motif batik yang mereka bikin, tapi tidak lupa dengan sentuhan Cirebon, jadi ada ketidaksamaan antara motif megamendung dari Cina dan yang dari Cirebon. Misalnya, pada motif megamendung Cina, gores awan menyerupai bulatan, beda yang dari Cirebon, gores awannya lonjong.

Sejarah batik di Cirebon juga terikat dengan pertumbuhan gerakan tarekat yang kabarnya berpusat di Banjarmasin, Kalimantan Selatan. Membatik pada mulanya dikerjakan oleh anggota tarekat yang mengabdi di keraton sebagai sumber ekonomi untuk membiayai kelompok tarekat tersebut. Para pengikut tarekat tinggal di desa Trusmi dan sekitarnya. Desa ini terletak kira-kira 4 km dari Cirebon menuju ke arah barat daya atau menuju ke arah Bandung. Oleh sebab itu, hingga sekarang batik Cirebon identik dengan batik Trusmi.

Unsur Motif Batik Megamendung

Motif megamendung yang pada mulanya sering berunsurkan warna biru diselingi warna merah melukiskan maskulinitas dan suasana dinamis, sebab dalam metode pembuatannya ada campur tangan laki-laki. Kaum laki-laki anggota tarekatlah yang pada mulanya merintis tradisi batik. Warna biru dan merah tua juga melukiskan psikologi masyarakat pesisir yang lugas, terbuka dan egaliter.

Selain itu, warna biru juga disebut-sebut menyimbolkan warna langit yang luas, bersahabat dan tenang juga menyimbolkan pembawa hujan yang dinanti-nantikan sebagai pembawa kesuburan dan pemberi kehidupan. Warna biru yang dipakai mulai dari warna biru muda hingga dengan warna biru tua. Biru muda menyimbolkan makin cerahnya kehidupan dan biru tua menyimbolkan awan gelap yang berisi air hujan dan memberi kehidupan.

Dalam pertumbuhannya, motif megamendung mengalami banyak peningkatan dan dimodifikasi sesuai permintaan pasar. Motif megamendung digabungkan dengan motif hewan, bunga atau motif lain. Sebenarnya kombinasi motif seperti ini sudah dilakukan oleh para pembatik tradisional dari dulu, tetapi perkembangannya menjadi sangat pesat dengan adanya campur tangan dari para perancang busana. Selain motif, warna motif megamendung yang mulanya biru dan merah, sekarang berkembang menjadi beragam macam warna. Ada motif megamendung yang berwarna kuning, hijau, coklat dan lain-lain.

* Batik Jogja
 
Seni Batik Tradisional dikenal sejak beberapa abad yang lalu di tanah Jawa. Bila kita menelusuri perjalan perkembangan batik di tanah Jawa tidak akan lepas dari perkembangan seni batik di Jawa Tengah. Batik Jogja merupakan bagian dari perkembangan sejarah batik di Jawa Tengah yang telah mengalami perpaduan beberapa corak dari daerah lain.

Perjalanan “Batik Yogya” tidak bisa lepas dari perjanjian Giyanti 1755. Begitu Mataram terbelah dua, dan Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat berdiri, busana Mataram diangkut dari Surakarta ke Ngayogyakarta maka Sri Susuhunan Pakubuwono II merancang busana baru dan pakaian adat Kraton Surakarta berbeda dengan busana Yogya.

Di desa Giyanti, perundingan itu berlangsung. Yang hasilnya antara lain , Daerah atau Wilayah Mataram dibagi dua, satu bagian dibawah kekuasaan Sri Paduka Susuhunan PB II di Surakarta Hadiningrat , sebagian lagi dibawah kekuasaan Kanjeng Pangeran Mangkubumi yang setelah dinobatkan sebagai raja bergelar Ngersa Dalem Sampeyan Dalem Ingkang Sinuhun Kangjeng Sultan Hamengku Buwana Senopati ing Ngalaga Ngabdul Rachman Sayidin Panatagama Kalifatullah ingkang jumeneng kaping I , yang kemudian kratonnya dinamakan Ngayogyakarta Hadiningrat.

Semua pusaka dan benda-benda keraton juga dibagi dua. Busana Mataraman dibawa ke Yogyakarta , karena Kangjeng Pangeran Mangkubumi yang berkehendak melestarikannya. Oleh karena itu Surakarta dibawah kekuasaan Sri Paduka Susuhunan PB III merancang tata busana baru dan berhasil membuat Busana Adat Keraton Surakarta seperti yang kita lihat sampai sekarang ini.

Ciri khas batik gaya Yogyakarta , ada dua macam latar atau warna dasar kain. Putih dan Hitam. Sementara warna batik bisa putih (warna kain mori)  biru tua kehitaman dan coklat soga. Sered atau pinggiran kain, putih, diusahakan tidak sampai pecah sehingga kemasukan soga, baik kain berlatar hitam maupun putih. Ragam hiasnya pertama Geometris : garis miring lerek atau lereng , garis silang atau ceplok dan kawung , serta anyaman dan limaran.Ragam hias yang bersifat kedua non-geometris semen , lung- lungan dan boketan.Ragam hias yang bersifat simbolis erat hubungannya dengan falsafah Hindu – Jawa ( Ny.Nian S Jumena ) antara lain :
  • Sawat Melambangkan mahkota atau penguasa tinggi .
  • Meru melambangkan gunung atau tanah ( bumi ) 
  • Naga melambangkan air , Burung melambangkan angin atau dunia atas.
  • Lidah api melambangkan nyala atau geni.

Sejak pertama sudah ada kain larangan. Setiap Sultan yang bertahta berhak membuat peraturan baru atau larangan-larangan.Terakhir, Sri Paduka Sultan HB VIII membuat peraturan baru ( revisi ) berjudul Pranatan dalem bab namanipun peangangge keprabon ing Nagari Ngayogyakarta Hadiningrat, yang dimuat dalam Rijksblad van Djokjakarta No 19. th 1927, Yang dimaksud pangangge keprabon ( busana keprabon ) adalah:
  • Kuluk ( wangkidan )
  • Dodot / kampuh serta bebet prajuritan
  • Bebet nyamping ( kain panjang )
  • Celana sarta glisire ( celana cindhe , beludru , sutra , katun dan gelisirnya )
  • Payung atau songsong.
  • Motif batik larangan : Parang rusak ( parang rusak barong , parang rusak gendreh)

Semua putra dalem diperbolehkan mengenakan kain-kain tersebut di atas. Busana batik untuk Permaisuri diperbolehkan sama dengan raja. Garwa ampeyan dalem diizinkan memakai parang rusak gendreh kebawah. Garwa Padmi KG Pangeran Adipati sama dengan suaminya. Garwa Ampeyan KG Pangeran Adipati diperbolehkan memakai parang rusak gendreh ke bawah. Demikian pula putra KG Pangeran Adipati. Istri para Pangeran Putra dan Pangeran Putra Raja yang terdahulu ( Pangeran Putra Sentananing Panjenengan dalem Nata ) sama dengan suaminya. Garwa Ampeyan para Pangeran diperbolehkan memakai parang rusak gendreh ke bawah. Wayah dalem ( cucu Raja ) mengenakan parang rusak gendreh ke bawah. Pun Buyut dalem ( cicit Raja) dan Canggah dalem ( Putranya buyut ). Warengipun Panjenengan dalem Nata ( putra dan putri ) kebawah diperbolehkan mengenakan kain batik parang – parangan harus seling , tidak diperbolehkan byur atau polos. Pepatih dalem ( Patih Raja ) diperkenankan memakai parang rusak barong  kebawah. Abdidalem : Pengulu Hakim , Wedana Ageng Prajurit , Bupati  Nayaka Jawi lan lebet diperkenankan mengenakan parang rusak gendreh  kebawah. Bupati Patih Kadipaten dan Bupati Polisi sama dengan abdidalem tersebut diatas. Penghulu Landrad , Wedana Keparak para Gusti ( Nyai Riya ), Bupati Anom , Riya Bupati Anom , parang rusak gendreh kebawah.Abdidalem yang pangkatnya dibawah abdi dalem Riya Bupati Anom dan yang bukan pangkat bupati Anom, yakni yang berpangkat Penewu Tua.
* Batik Solo
 
Sejarah pembatikan di Indonesia berkait erat dengan perkembangan kerajaan Majapahit dan penyebaran ajaran Islam di Tanah Jawa. Dalam beberapa catatan, pengembangan batik banyak dilakukan pada masa-masa kerajaan Mataram, kemudian pada masa kerjaan Solo dan Yogyakarta.

Jadi kesenian batik ini di Indonesia telah dikenal sejak zaman kerjaan Majapahit dan terus berkembang kepada kerajaan dan raja-raja berikutnya. Adapun mulai meluasnya kesenian batik ini menjadi milik rakyat Indonesia dan khususnya suku Jawa ialah setelah akhir abad ke-XVIII atau awal abad ke-XIX. Batik yang dihasilkan ialah semuanya batik tulis sampai awal abad ke-XX dan batik cap dikenal baru setelah perang dunia kesatu habis atau sekitar tahun 1920. Adapun kaitan dengan penyebaran ajaran Islam. Banyak daerah-daerah pusat perbatikan di Jawa adalah daerah-daerah santri dan kemudian Batik menjadi alat perjaungan ekonomi oleh tokoh-tokoh pedangan Muslim melawan perekonomian Belanda.

Kesenian batik adalah kesenian gambar di atas kain untuk pakaian yang menjadi salah satu kebudayaan keluaga raja-raja Indonesia zaman dulu. Awalnya batik dikerjakan hanya terbatas dalam kraton saja dan hasilnya untuk pakaian raja dan keluarga serta para pengikutnya. Oleh karena banyak dari pengikut raja yang tinggal diluar kraton, maka kesenian batik ini dibawa oleh mereka keluar kraton dan dikerjakan ditempatnya masing-masing.

Lama-lama kesenian batik ini ditiru oleh rakyat terdekat dan selanjutnya meluas menjadi pekerjaan kaum wanita dalam rumah tangganya untuk mengisi waktu senggang. Selanjutnya, batik yang tadinya hanya pakaian keluarga kraton, kemudian menjadi pakaian rakyat yang digemari, baik wanita maupun pria. Bahan kain putih yang dipergunakan waktu itu adalah hasil tenunan sendiri.

Sedang bahan-bahan pewarna yang dipakai tediri dari tumbuh-tumbuhan asli Indonesia yang dibuat sendiri antara lain dari: pohon mengkudu, tinggi, soga, nila, dan bahan sodanya dibuat dari soda abu, serta garamnya dibuat dari tanah lumpur.

Jaman Majapahit Batik yang telah menjadi kebudayaan di kerajaan Majahit, pat ditelusuri di daerah Mojokerto dan Tulung Agung. Mojoketo adalah daerah yang erat hubungannya dengan kerajaan Majapahit semasa dahulu dan asal nama Majokerto ada hubungannya dengan Majapahit. Kaitannya dengan perkembangan batik asal Majapahit berkembang di Tulung Agung adalah riwayat perkembangan pembatikan didaerah ini, dapat digali dari peninggalan di zaman kerajaan Majapahit. Pada waktu itu daerah Tulungagung yang sebagian terdiri dari rawa-rawa dalam sejarah terkenal dengan nama daerah Bonorowo, yang pada saat bekembangnya Majapahit daerah itu dikuasai oleh seorang yang benama Adipati Kalang, dan tidak mau tunduk kepada kerajaan Majapahit.

Diceritakan bahwa dalam aksi polisionil yang dilancarkan oleh Majapahati, Adipati Kalang tewas dalam pertempuran yang konon dikabarkan disekitar desa yang sekarang bernama Kalangbret. Demikianlah maka petugas-petugas tentara dan keluara kerajaan Majapahit yang menetap dan tinggal diwilayah Bonorowo atau yang sekarang bernama Tulungagung antara lain juga membawa kesenian membuat batik asli.

Daerah pembatikan sekarang di Mojokerto terdapat di Kwali, Mojosari, Betero dan Sidomulyo. Diluar daerah Kabupaten Mojokerto ialah di Jombang. Pada akhir abad ke-XIX ada beberapa orang kerajinan batik yang dikenal di Mojokerto, bahan-bahan yang dipakai waktu itu kain putih yang ditenun sendiri dan obat-obat batik dari soga jambal, mengkudu, nila tom, tinggi dan sebagainya.

Obat-obat luar negeri baru dikenal sesudah perang dunia kesatu yang dijual oleh pedagang-pedagang Cina di Mojokerto. Batik cap dikenal bersamaan dengan masuknya obat-obat batik dari luar negeri. Cap dibuat di Bangil dan pengusaha-pengusaha batik Mojokerto dapat membelinya dipasar Porong Sidoarjo, Pasar Porong ini sebelum krisis ekonomi dunia dikenal sebagai pasar yang ramai, dimana hasil-hasil produksi batik Kedungcangkring dan Jetis Sidoarjo banyak dijual. Waktu krisis ekonomi, pengusaha batik Mojoketo ikut lumpuh, karena pengusaha-pengusaha kebanyakan kecil usahanya.
Sesudah krisis kegiatan pembatikan timbul kembali sampai Jepang masuk ke Indonesia, dan waktu pendudukan Jepang kegiatan pembatikan lumpuh lagi. Kegiatan pembatikan muncul lagi sesudah revolusi dimana Mojokerto sudah menjadi daerah pendudukan.

Ciri khas dari batik Kalangbret dari Mojokerto adalah hampir sama dengan batik-batik keluaran Yogyakarta, yaitu dasarnya putih dan warna coraknya coklat muda dan biru tua. Yang dikenal sejak lebih dari seabad yang lalu tempat pembatikan didesa Majan dan Simo. Desa ini juga mempunyai riwayat sebagai peninggalan dari zaman peperangan Pangeran Diponegoro tahun 1825.

Meskipun pembatikan dikenal sejak jaman Majapahait namun perkembangan batik mulai menyebar sejak pesat didaerah Jawa Tengah Surakarta dan Yogyakarta, pada jaman kerajaan di daerah ini. Hal itu tampak bahwa perkembangan batik di Mojokerto dan Tulung Agung berikutnya lebih dipenagruhi corak batik Solo dan Yogyakarta.

* Batik Bali

Memang masih relatif baru, namun perkambangan industri batik di Pulau Bali begitu pesat. Barangkali karena Bali menyimpan banyak potensi motif dan desain lokal. Puluhan desain batik khas Bali telah lahir. Dari yang berharga murah hingga yang selangit. Sejauh ini, harga pasaran rata-rata batik tulis yang beredar di Bali Bali yang berkualitas bagus berkisar antara Rp 350 ribu hingga Rp 2 juta. Tingginya harga tersebut karena batik-batik tersebut dibuat dari kain bermutu dan digambar langsung dengan tangan serta menggunakan bahan pewarna alami seperti yang dibuat oleh Ida Ayu Pidada (dengan merek “Batik Wong Bali”) atau oleh A.A. Inten Trisna Manuambari (dengan merek “Diamanta”).

Batik sendiri merupakan hasil kerajinan yang telah menjadi bagian dari budaya Indonesia sejak berabad-abad lalu, khususnya di Jawa. Istilah “batik” konon berasal dari bahasa Jawa “amba” yang berarti menulis dan “nitik”yang berarti membuat titik. Secara bebas, kata “batik” merujuk pada teknik pembuatan corak dan pencelupan kain dengan menggunakan bahan perintang warna berupa malam (wax), yang diaplikasikan di atas kain. Dalam bahasa Inggris teknik ini dikenal dengan istilah wax-resist dyeing. Teknik ini hanya bisa diterapkan di atas bahan yang terbuat dari serat alami seperti katun, sutra, dan wol. Jika ada kain batik yang pembuatan corak dan pewarnaannya tidak menggunakan teknik di atas kain tersebut dinamakan kain bercorak batik, bukan kain batik. Kain macam itu biasanya dibuat dalam skala industri dengan teknik cetak.

Di Bali, industri kerajinan batik dimulai sekitar dekade 1970-an. Industri tersebut dipelopori antara lain oleh Pande Ketut Krisna dari Banjar Tegeha, Desa Batubulan, Sukawati – Gianyar, dengan teknik tenun-cap menggunakan alat tenun manual yang dikenal dengan sebutan Alat Tenun Bukan Mesin (ATBM). Kerapnya orang Bali mengenakan batik untuk berupacara –sebagai bahan kain maupun udeng (ikat kepala), mendorong industri batik di pulau ini terus berkembang dang maju. Kini di Bali telah tumbuh puluhan industri Batik yang menampilkan corak-corak khas Bali, juga corak-corak perpaduan Bali dengan luar Bali seperti Bali-Papua, Bali-Pekalongan, dan lain-lain.

Sebenarnya masih banyak daerah Indonesia yang menjadi pusat pembuatan batik yang sekaligus menjadi ciri khas untuk daerah tersebut. Berhubung penulis belum mendapatkan refferensi yang meyakinkan dari sumber-sumber yang dapat dipercaya, maka penulis menganggap 5 daerah itu cukup untuk mewakili Postingan Jenis Batik Indonesia berdasarkan Daerah Asal Pembuatnya. Semoga bermanfaat.